Ampun MAAAAAK… !

Di kampung kami yang sebahagian besar orang-orangnya bekerja di sawah dan di laut, panggilan “Ibu” adalah panggilan yang mewah. Sebegitu mewahnya, sehingga dulu tatkala kecil, tak ada kami di kampung itu yang memanggil Ibu.

Panggilan yang paling banyak itu adalah “Mak” atau “Amak”. Sehingga kalau ada seorang kawan yang kesal pada temannya ia menggurutu dan berkata

“…. Amak ang dek ang ! “

Panggilan nomor dua adalah “Mandeh, andeh atau Ande”. Maka gerutuan teman dari kawan itu menjadi…

“…. Mande ang…! “

Tidak pernah di kampung itu, kalau ada seseorang jengkel pada kawannya lalu berkata,

“…. Ibu ang dek ang… ! “

Menyusul setelah itu panggilan
One
Uni
Uniang
Etek
Bahkan di kampung kami itu ada anak yang memanggil “nama” pada Ibunya. Ya, nama Ibunya itu yang dia pakai utk memanggil Ibunya… Yaa, begitulah.

Ada yang menarik, yaitu terkadang panggilan itu terkait dengan kelas sosial ekonomi, termasuk ia berkaitan dengan “besaran” uang jajan. Anak yang memanggil “Mami-Papi” pada kedua orang tuanya, biasanya uang jajannya lebih besar dibanding yg memanggil “Ayah-Ibu”. Menyusul di bawahnya “Umi-Buya”. Yang paling bawah biasanya panggilan “Amak-Abak”.

Nah, di kampung kami, panggilan “Amak-Abak” itulah yang terbanyak. Maklum, mereka petani dan nelayan, malah dulu itu tak bisa dan tak biasa memberi anak-anaknya uang jajan…

Saya juga memanggil “Mak” atau “Amak”. Mengenang kehebatan perjuangan Mak bersama Buya (Allahyarham) membesarkan anak-anaknya, selalu membuat titik air mata…

Selamat Hari AMAK…
Ampuni Kami Maaaak !

Leave a comment